Kemerdekaan Yang Sesungguhnya


Allah Ta'ala berfirman,

تَبَارَكَ ٱلَّذِى نَزَّلَ ٱلْفُرْقَانَ عَلَىٰ عَبْدِهِۦ لِيَكُونَ لِلْعَٰلَمِينَ نَذِيرًا

"Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al-Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam." (QS. Al-Furqan: 1)

Allah menyebutkan tentang turunnya Al-Qur'an (dalam ayat ini) kepada hamba-Nya yaitu Muhammad عليه الصلاة والسلام dengan mensifati padanya sifat ubudiyyah (penghambaan diri kepada Allah). Ini merupakan kedudukan yang paling mulia atas kedudukan Nabi Muhammad صلى اللّه عليه وسلم. Maka dari itulah mengapa Allah mensifatinya dengan sifat ubudiyyah ketika menyebutkan tentang turunnya Al-Qur'an sebagaimana ayat di atas dan juga ayat yang lainnya dalam firman Allah Ta'ala, 

ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ عَلَىٰ عَبْدِهِ ٱلْكِتَٰبَ

"Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-Quran)." (QS. Al-Kahfi: 1)

Allah pun mensifati beliau dengan ubudiyyah ketika Allah membela dan membantah (orang-orang kafir),

وَإِن كُنتُمْ فِى رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا

"Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad)." (QS. Al-Baqarah: 23)

Allah pun mensifati beliau dengan sifat ubudiyyah dalam kedudukan mulia ketika peristiwa isra mi'raj. Allah Ta'ala berfirman,

سُبْحَٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ 

"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram." (QS. Al-Isra: 1)

Allah juga berfirman dalam surat An-Najm,

فَأَوْحَىٰٓ إِلَىٰ عَبْدِهِۦ مَآ أَوْحَىٰ

"Lalu dia (Jibril) menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan." (QS. An-Najm: 10)

(Maka kesimpulan, -pent) Hal ini menunjukkan bahwa pensifatan manusia dengan ubudiyyah (penghambaan diri kepada Allah) adalah termasuk sifat  kesempurnaan, karena penghambaan diri hanya kepada Allah adalah hakikat dari kemerdekaan yang sesungguhnya. Siapa saja yang tidak menghambakan diri kepada Allah maka ia akan menjadi budak bagi selain-Nya."

Lihat Majmu' Fataawa wa Rasaa-il (VIII/305-306) karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, cet. II Daar Ats-Tsurayya th. 1417, Riyadh-KSA.