Wajib Hukumnya Mempelajari Kalimat Syahadat

Menuntut ilmu syar’i adalah kewajiban atas setiap Muslim dan Muslimah. Rasulullah  bersabda,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim .”[1]          

Di antara semua ilmu syar’i yang ada, ilmu akidah (atau disebut juga dengan ilmu tauhid) menempati posisi yang pertama. Hal ini dikarenakan objek pembahasannya yang berkaitan dengan Dzat Allah dan kewajiban untuk ibadah hanya kepada-Nya. Sementara tidak ada yang lebih dibutuhkan oleh manusia melebihi pengenalannya kepada Allah c atau yang disebut dengan ma’rifatullah. Dan sebagaimana kata para ulama, “keutamaan suatu ilmu bergantung dengan keutamaan objek yang dikaji dalam ilmu tersebut.”

Dan ilmu akidah yang paling wajib untuk dipelajari dan dipahami oleh setiap Muslim dan Muslimah adalah kalimat syahadat (persaksian) atas kalimat  لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱللّٰهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ ٱللّٰهِ ; tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah.

           Allah c berfirman,

فَٱعۡلَمۡ أَنَّهُ ۥ لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ ... ۝١٩

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan yang berhak disembah) selain Allah.”  (QS. Muhammad: 19)

Mengenai ayat di atas, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di r berkata,  Ilmu mengharuskan adanya keyakinan dan pengetahuan dalam hati, maknanya ia dituntut untuk diketahui ilmunya dan kesempurnaannnya adalah dengan mengamalkan apa yang terkandung padanya. Dan lnilah ilmu yang diperintahkan Allah, yaitu ilmu tentang keesaan Allah (tauhid), ia adalah wajib hukumnya bagi setiap manusia; fardhu 'ain, ia tidak akan gugur kewajibannya dari siapa pun, bahkan semua orang sangat memerlukannya.”[2]

Dari Ibnu Abbas k , bahwa Rasulullah ketika mengutus Mu’adz ke Yaman, bersabda,

إنَّكَ سَتَأْتي قَوْمًا مِن أهْلِ الكِتابِ، فَإِذا جِئْتَهُمْ فادْعُهُمْ إلى أنْ يَشْهَدُوا أنْ لا إلَهَ إلّا اللَّهُ، وأنَّ مُحَمَّدًا رَسولُ اللَّهِ، فإنْ هُمْ طاعُوا لكَ بذلكَ، فأخْبِرْهُمْ أنَّ اللَّهَ قدْ فَرَضَ عليهم خَمْسَ صَلَواتٍ في كُلِّ يَومٍ ولَيْلَةٍ، فإنْ هُمْ طاعُوا لكَ بذلكَ فأخْبِرْهُمْ أنَّ اللَّهَ قدْ فَرَضَ عليهم صَدَقَةً، تُؤْخَذُ مِن أغْنِيائِهِمْ فَتُرَدُّ على فُقَرائِهِمْ، فإنْ هُمْ طاعُوا لكَ بذلكَ فَإِيّاكَ وكَرائِمَ أمْوالِهِمْ، واتَّقِ دَعْوَةَ المَظْلُومِ، فإنَّه ليسَ بيْنَهُ وبيْنَ اللَّهِ حِجابٌ

“Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani). Maka apabila engkau telah sampai kepada mereka, sampaikanlah kepada mereka syahadat laa ilaaha illallaah wa anna Muhammadar Rasulullah (bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah) kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Jika mereka menaati hal itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu siang dan malam. Jika mereka menaati hal itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk kemudian diberikan kepada orang-orang fakir di antara mereka. Jika mereka menaati hal itu, maka hati-hatilah (jangan) mengambil harta-harta terbaik mereka (dalam zakat). Dan takutlah terhadap doa orang yang terzalimi, karena tidak ada penghalang antara doanya tersebut dengan Allah.” [3]

   Pelajaran yang dapat diperoleh dari hadits di atas adalah bahwa sesungguhnya syahadat laa ilaaha illallaah adalah kewajiban pertama dan ia adalah hal yang pertama kali disampaikan kepada manusia.”[4]



[1] HR. Bukhari (no. 4347), Muslim (no. 19), At-Tirmidzi (no. 625), Abu Dawud (no. 2584), __dan An-Nasa’i.

[2] Taisir Karimir Rahman fi Tafsir Kalamil Mannan hlm. 935.

[3] HR. Ibnu Majah (no. 223), dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami’ As-Shagir (no. 3913).

[4] Al-Mulakhos fii Syarhi Kitaabit Tauhiid hlm. 56 karya Syaikh Sholih bin Fauzan Al-Fauzan.